KALIMAT RENUNGAN 15 PEBRUARI
Berhati-hatilah dalam memuji dan mencela. Janganlah sembrono dalam mendukung dan mengkritik. Sikap yang kita pilih sungguh menunjukkan nilai kita, posisi kita dan derajat kita. Orang lain tak perlu tahu keseluruhan kisah hidup kita untuk menilai kita. Terlalu lama dan memakan waktu. Merek cukup melihat keberpihakan kita dalam hidup dan pilihan sikap kita dalam berbagai peristiwa.
Orang yang senang berkumpul dengan para ulama bisa dinilai sebagai santri atau orang yang simpati pada ulama. Orang yang suka duduk dengan para pencuri bisa dinilai sebagai para pencopet atau gerombolan penikmat hasil curian. Tak akan memuji ulama kecuali orang yang suka pada ilmu dan kesantunan. Tak akan memuji para maling kecuali orang yang sepaham dan seperilaku. Sebaliknya, tak akan membenci ulama kecuali orang bodoh dan bangsat, sebagaimana tak akan membenci kejahatan kecuali orang baik.
Renungkan saja kalimat dari Syekh Muhammad Abdul Halim Abdullah berikut ini:
لا يسخر من السكران إلا من لا يشرب الخمر...
(Tak akan mencela mabuk, kecuali orang yang tidak minum khamr)
Peminum minuman keras akan dengan bangga bercerita tentang sensasi dan nikmatnya mabuk. Sementara orang yang tak suka minum khamr karena takut kepada Allah dan karena tahu bahayanya mabuk tidaklah mungkin memuji mabuk.
Itu baru dari sisi memuji dan mencela. Lalu bagaimana dengan sisi mendukung dan menolak? Jawabannya tentu saja sama. Anda adalah seposisi dan sepangkat dengan apa atau siapa yang Anda dukung. Para pendukung kebenaran dan kebaikan adalah orang-orang benar dan orang baik. Demikian pula sebaliknya. Begitu mulianya orang memuliakan orang mulia, begitu nistanya mereka yang memuliakan orang nista.
Keluarga dan sahabat nabi senantiasa disebut dalam shalawat kepada nabi (wa 'alaa aalihii wa shahbihii) adalah karena mereka semua mengikuti, mendukung dan memuliakan nabi. Bagaimana dengan kita? Siapa yangvkita dukung dan kita muliakan? Salam, AIM