Pencerah Hati

Pencerah Hati 16 Februari 2017 11:00

  • Kamis, 16 Februari 2017 11:00:00
  • Ahmad Imam Mawardi

Quick Count vs Real Count

Setiap pilkada atau pilpres selalu saja ramai perbincangan tentang quick count (hitung cepat). Walau tak selalu sama persis dengan real count (hitungan nyata), namun quick count ini menjadi perhatian utama segera setelah penyoblosan berakhir. Apakah quick count itu pasti mewakili real count? Sangat iya, sepanjang metodologinya benar dan tidak ada yang meretas untuk merusak (hacking).

Status kali ini saya tidak fokus pada hitung cepat pilkada, karena semakin cepat ia semakin membuat orang yang diprediksi menang cepat berbahagia yang kadang melampaui batas dan menjadikan pihak yang diprediksi kalah cepat merasa sedih dan menderita. Alami itu memang lebih alami, natural, selaras dengan gelombang yang dibutuhkan. Status kali ini adalah tentang hitung cepat di sebuah restoran.

Di Surabaya, ada rumah makan yang dikenal dengan warung kalkulator karena pelayannya cepat sekali menghitung berapa jumlah uang yang harus dibayar oleh pelanggan ketika usai makan. Saya pernah datang ke warung ini, cepat sekali menghitungnya, lebih cepat dari guru matematika yang sangat hati-hati dalam menghitung.

Namun ada kasus. Sahabat saya suatu hari makan di warung kalkulator ini. Setelah komat kamit menghitung, pelayan ini menyebut angka 75 ribu rupiah. Benar-benar hitung cepat (quick count). Celakanya, ketika sahabat saya mau bayar di kasir, ternyata jumlahnya 85 ribu rupiah. Sahabat saya protes kenapa kok beda? Dengan tersenyum kasir itu berkata: "Yang tadi itu quick count Pak. Yang ini real count. Yang ini yang valid." Sahabat saya merengut, saya tertawa. Bagaimana dengan Anda? Salam, AIM