Ada orang yang setiap berbicara dengan orang yang tak sependapat dengan kata-kata kasar. Alasannya adalah karena mereka merupakan kaum tersesat dari jalan lurus yang seharusnya. Ada pula orang yang setiap berbicara dengan orang berbeda agama selalu saja dengan kata-kata yang menyudutkan dan menyakitkan. Alasannya adalah karena mereka tak akan pernah berhenti mengajak dan menggiring orang yang berbeda agama sebelum mengikuti agama yang sama.
Lalu dimanakah penerapan perintah Allah untuk senantiasa berkata kepada setiap manusia dengan cara yang baik? Bukankah Allah berfirman: ﴿وقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا﴾ yang artinya adalah "Berkatalah kepada manusia dengan cara yang baik? Allah berfirman "kepada manusia" tanpa memberikan batasan ras, agama, status sosial ekonomi dan lainnya. Bahkan dalam berdebatpun Allah memerintahkan untuk menyampaikan respon yang lebih baik. Bacalah: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan Al Hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik." (Q.S. An-Nahl: 125)
Berbicara dengan cara baik senantiasa menjadi media untuk menumbuhkan kasih sayang serta menjadi solusi dari relasi yang mulai retak. Berbicara dengan perkatan yang baik dan dengan cara yang baik sangat mungkin tanpa kita sadari menjadi menyebab munculnya kembali semangat seseorang yang mulai diruntuhkan oleh putus asa. Dan selalu saja bahwa kata-kata yang baik yang disampaikan dengan niat yang baik dan dengan cara yang baik menjadi salah satu perantara datangnya hidayah yang mencerahkan. Lalu, mengapa kita membiasakan berbicara dengan cara tak baik?
Akhir-akhir ini kita saksikan di berbagai media berita tentang beberapa tokoh negeri ini yang sukanya marah-marah untuk menunjukkan ketegasannya. Saya ingat kata-kata guru saya: "Marah tanda lemah, sabar tanda kuat." Segenap anak bangsa merindukan pemimpin yang sabar penuh senyum, jujur penuh cinta, cerdas penuh ide, dan kreatif penuh inovasi. Bukankah karakter seperti itu yang dimiliki Rasulullah Sang pemi