Dalam kitab Zaad al-Ma'aad juz 2 halaman 42, Ibn Qayyim al-Jawziyah berkata: "Termasuk sebab yang paling besar sempitnya hati (kegelisahan jiwa) adalah berpaling dari Allah SWT, menggantungkan hati kepada selainNya, dan lalai untuk mengingat dan menyebutNya serta mencintai selainNya. Maka sesungguhnya barangsiapa mencintai sesuatu selainNya, maka dia akan tersiksa karena sesuatu itu dan hatinya akan terpenjara dengan cinta kepada selainNya itu."
Saatnya kita timbang-timbang diri kemana wajah kita selalu menghadap dan kemana hati kita selalu berkiblat serta kemana pikiran kita selalu pergi. Saatnya kita timbang-timbang siapakah yang namanya paling sering kita sebut dan siapa yang selalu kita harap ada bersama kita. Saatnya kita timbang-timbang untuk siapa cinta dan rindu kita dan untuk siapa kita bekerja dan berbuat. Saatnya kita bertanya: "Layakkah saya memohon dan meminta kepada Allah dengan kondisi cinta dan ketergantungan hati seperti yang ada saat ini?
Yang paling menakutkan dari kutipan di atas adalah "barangsiapa yang mencintai sesuatu selainNya, maka dia akan tersiksa karena cinta itu." Apakah tak boleh cinta kepada selainNya padahal dalam banyak ayat dan hadits itu diperintahkan mencintai saudara, anak dan isteri serta lainnya? Ternyata cinta yang tidak diperbolehkan adalah cinta yang dengannya Allah dinomerduakan bahkan dilupakan serta cinta yang melukai syari'at Allah yang telah ditetapkan. Na'uudzu biLLAAH min dzaalik.
Tatalah hati dan tatalah cinta. Aturlah cita dan aturlah rasa. Tak ada yang lebih menenangkan dibandingkan berada denganNya dan Dia dengan kita. Tak ada yang lebih menyenangkan dibandingkan hati yang ridla akan segala ketetapan takdirnya. Tak ada yang lebih menenteramkan dibandingkan keyakinan bahwa kita adalah milikNya dan akan kembali kepadaNya. Semoga Dia sebagai Pemilik menjaga kita dan memanggil kita untuk kembali kepadaNya dalam kondisi terbaik sebagaimana Dia kehendaki. Salam, AIM@Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya