Bersedekah itu bukan hanya pekerjaan orang berpunya. Yang tak berpunyapun "asal cerdas" bisa juga bersedekah. Setelah mendengar ceramah seorang ustadz yang gemar mematematikakan sedekah, seorang pengemis tertarik bersedekah juga agar hasil mengemisnya bisa berlipat ganda minimum sepuluh kali lipat dari hasil biasanya.
Dia mengajak teman-temannya sesama pengemis untuk menerapkan teori baru yang didapat dari ustadz di TV itu. Ada temannya yang menjawab: "Kita ini pangkatnya masih pengemis, walau mengemisnya tidak hanya hari kemis. Allah tahu itu. Jangan memakai politik matematika sama Allah." Ada temannya yang lain yang berkata: "Jangan ikuti kata ustadz itu, dia belum pernah menjadi pengemis seperti kita. Ceramahnya itu hanya untuk yang kaya tapi bakhil."
Pengemis yang tertarik sedekah itu tak bergeming, tetap dengan pendiriannya. Masalahnya cuma satu: "uangnya siapa yang bisa dipinjam untuk disedekahkan untuk kemudian dikembalikan setelah mendapatkan ganti dari Allah sepuluh kali lipatnya." Rupanya, logika untung rugi yang kadang bermakna "untung di saya rugi di kamu" sangat kuat tertanam di kepala pengemis ini.
Nasib belum berpiihak padanya, ternyata tak ada yang mau meminjamkan apapun kepada pengemis. Mungkin karena para pemberi pinjaman paham psikologi pengemis; dia akan mengemis-ngemis untuk dibebaskan dari hutang-hutangnya. Inilah mental para pengemis sejati.
Pagi-pagi habis subuh dia mulai mengemis di depan gerbang masjid. Seorang pemuda merasa iba menjulurkan selembar uang kertas 10000 ribuan satu-satunya yg dimiliki. Karena pemuda ini masih ingin beli kopi, pemuda ini minta kembalian 4000. Pengemis itu mengembalikan 6000. Pemuda ini bertanya: "Kok 6000, 4000 saja." pengemis berkata: " 2000nya sedekah saya kepadamu Mas." Salam, AIM. Yg tdk senyum dapat sanksi lho ya, delete contact.